Suaka Margasatwa Nusa Barung Jember (Foto BBKSDA JAtim)
Tema
ini diangkat saat dilakukannya Selapanan Konservasi Minggu Pahing (SEL KOMPAG)
Edisi 23 Desember 2018 yang bertempat di Ndalem Cak Giri. Pemilihan tema berangkat
dari undangan BKSDA untuk melakukukan konsultasi publik/ sosialisasi penataan pada
17 Desember 2018 di Jember.
Dalam
pemaparannya salah sataunya membahas tentang sejarah Suaka Margasatwa Nusa
Barung (SMNS). Disebutkan bahwa sejarah Nusa Barung pertama kali ditunjuk oleh
Gubernur jenderal Hindia Belanda Nomor GB 46 Stbl1920 No. 736 Tanggal 9 Oktober
1920 dan diperbaharui melalui SK menteri pertanian No 110/ VIII/ 1957 dengan
luas 6.100 hektar. Alasan penetapan tersebut adalah botanis dengan adanya
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan historis. Kemudian pada tahun 1999
kawasan ini telah dilakukan tata batas. Kementerian Kehutanan selanjutnya pada
pada tahun 2013 melalui Kep Menteri Kehutanan Nomor SK 314./MENHUT-II/2013
Tanggal 1 Mei 2013 (klik disini) kawasan Nusa Barung ditetapkan sebagai Suaka Alam dengan
status Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung dengan luas 7.635,9 Ha.
Sebelum
melangkah pada penataan blok SMNS, peserta diskusi terkejut dengan adanya
status Nusa Barung yang telah berganti menjadi SM. Penetapan Pulau Nusa Barung
sebagai kawasan Suaka Marga Satwa ini menjadi pertanyaan besar dan perlu
dikritisi. Ada beberapa hal latar belakang pengkritisan tersebut, diantaranya
adalah:
- Para kawan-kawan kader / penggiat konservasi pada zaman tersebut tidak mengetahui adanya uji publik atau hal lain, sehingga tiba-tiba jadi Suaka Margasatwa (SM).
- Statistik BKSDA terbitan 2016 (klik disini) secara gamblang masih menyatakan bahwa status Pulau Nusa Barung adalah sebagai CA dengan dasar SK Menteri Kehutanan SK.134/Menhut-II/2013 Tertanggal 5 Januari 2013.
- Dalam konsiderasi/ Dasar Pertimbangan Kep Menteri Kehutanan Nomor SK 314./MENHUT-II/2013 Tanggal 1 Mei 2013 terdapat beberapa pertanyaan atau perlu pengkritisan: a) Pertimbangan perubahan ke SM adalah berdasar Keputsan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 417/Kpts-II/ 1999 Tertanggal 5 Jui 1999, sebagaimana yang telah diubah dengan keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 395 /Menhut-II/2011, telah ditunjuk hutan di Provinsi Jawa Timur seluas 1.361. 146 hektar diantaranya kawasan cagar alam Nusa Barung, di Kecamatan Puger Jember seluas 7.635,9 hektar yang diubah fungsinya menjadi suaka margasatwa. Pertimbangan ini menjadi absurd karena tanpa menyebutkan alasan yang jelas; b) Sebagaimana dijabarkan dalam UU 5/ 1990 (klik disini) bahwa suaka margasatwa adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Demikian pula disebutkan bahwa SM mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Pertanyaannya adalah keunikan satwa apa di pulau itu sehingga diubah menjadi SM?; c) Tidak ada/ tidak disebutkan Evaluasi kesesuaian Fungsi (EKF) terkait dengan perubahan dari CA menjadi SM.
Akhirnya,
diskusi menyatakan bahwa penataan blok SM Nusa Barung tidak perlu menjadi fokus
perhatian. Saat ini fokusnya adalah mempertanyakan/ mengkritisi konsideran
perubahan Nusa Barung dari CA menjadi SM.
Bagaimana
melakukannya, pertama Mendorong
dilakukannya evaluasi status SM Nusa Barung merujuk pada Permenhut 49/2014 (klik disini) bahwa status suatu kawasan dapat dilakukan setelah 5 tahun. Jika perubahan
menjadi SM Nusa Barung adalah pada 1999 ataupun 2013, maka sudah layak
diusulkan untuk melakukan evaluasi (sesuai BAB II pasal 4 ayat 6) terkait
Evaluasi Kesesuaian Fungsi. Mengingat konsideran perubahan Nusa Barung menjadi
SM sangat tidak masuk akal. Akan menjadi lebih terlindungi, jika status Nusa
Barung adalah tetap menjadi CA. Kedua,
Mendorong FK3I Jawa Timur dan atau FK3I Besuki atau pihak lain yang
berkenan untuk berkirim surat mendesak unit
pengelola (BKSDA Wil III Jember yang ditembuskan ke BBKSDA Jatim dan Dirjen
KSDE) sebagai penangggung jawab untuk melakukan evaluasi status (Evaluasi
kesesuaian Fungsi) merujuk pada Permenhut 49/2014 pasal 5.
Selapanan
Konservasi Minggu Pahing (SEL KOMPAG) ini sangat bermanfaat dilakukan.
Diantaranya adalah menjadi ajang silaturahmi para peneliti, pengajar, pengabdi,
penggiat, aktivis bahkan penentang konservasi sekalipun. Sehingga pada
kesempatan lain sangat diharapkan peserta akan bertambah untuk dapat memberikan
khasanah. Saya sendiri memperoleh manfaat dari kegiatan ini adalah dengan
adanya pemahaman baru Nusa Barung sebagai SM, rentetan sejarahnya dan isyilah
EKF yang sangat baru bagi saya.
Untuk
selanjutnya SEL KOMPAG akan dilaksanakan pada Minggu Pahing, 27 Januari 2019
bertempat di Sekretariat Mahapala D3 FEB Unej dengan tema yang akan ditentukan
satu minggu sebelumnya.
Akhirnya,
semoga kegiatan ini sedikit banyak memberikan kontribusi dalam dunia konservasi
atau minimal memberikan khasanah pemahaman bagi para kader, penggiat dan
penyuka konservasi.
=== oo0oo===
Tidak ada komentar:
Posting Komentar