NAMA LAPANG ANAK MAPALA / OPA DAN FILOSOFINYA
![]() |
Oma - Ihsan - Molen - Blendes |
Saya
tidak bergabung dengan organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) ataupuan OPA
(Organisasi Pecinta Alam) ketika saya kuliah. Sebenarnya alasannya adalah sepele
yaitu sudah dipeseni Pakdhe Tono (sosok panutan yang ngopeni saya) untuk segera
“lulus”. Stigma yang ada saat itu, Mapala adalah organisasi dengan anggota yang
lulusannya lama (meski tidak selalu demikian). Tak ayal ini juga membuat heran
kawan-kawan SMP dan SMA saya. Karena memang sakjane, saya sudah mulai naik
gunung tanpa pendampingan (meski dengan sembnyi-sembunyi) ketika kelas 2 SMP. Dan
semakin keranjingan pada periode berikutnya.
Saat
kuliah S1, saya lebih tertarik ke dunia pers saat perkuliahan dengan mengikuti Lembaga Penerbitan Mahasiswa
Penulis “Plantarum”. Singgungan dengan anak mapala sebenarnya sudah bukan hal
baru. Kebetulan sekretariat Plantarum bersebelahan dengan markas organisasi
Mapala di kampus kami “Mapensa”. Dimana ritme kerja kami serupa dan kekhususan
kesukaan kami juga sama (melekan dan sedal-sedal lungguh metingkrang). Dan lebih kebetulan lagi, lay outer kami (alm. Bottom) adalah punggawa Mapensa. Kloplah kami
menjadi tetangga yang sangat dekat dan kerap berinteraksi kala itu.
Saat
ini, interaksi dengan anak Mapala menjadi semakin demikian intens tatkala riset
dan studi saya berkaitan dengan dunia konservasi. Gerbang penddidikan MBSC
XVIII menjadi awal interaksi intens saya dengan anak anak Mapala, OPA maupun
komunitas outdoor lainnya. Ada banyak kehebohan, keasyikan, keunikan dan
kenyamanan ketika saya bergabung dengan komunitas ini. Tak akan pernah selesai
membahas komunitas ini. Namun yang akan saya bahas pada kesempatan ini adalah
adanya “Nama Lapang” atau dalam bahasa jawa adalah “Paraban” bagi personil komunitas pecinta alam dan outdoor activity
ini.
Bagi
anda yang tidak bergabung dengan komunitas MAPALA/ OPA mungkin agak heran,
ketika ada lelaki ganteng dengan santainya dipanggil “Mas Babi” . Atau ada juga
cewek manis kece, eh diteriaki temannya “Mbak Limbok!!!” dan lain sebagainya.
Nama
lapang itu dapat berasal dari niatan dirinya sendiri ataupun dapat juga pemberian
orang lain (senior/ kawan/ lainnya). Nama lapang ini umumnya diberikan tatkala personil
tersebut mengikuti proses pendiklatan atau dapat juga ketika mengikuti moment
kegiatan tertentu. Dan pastinya nama lapang tersebut memiliki filosofi
tersendiri bagi penyandangnya, memberikan deskripsi tersendiri bagi penyandangnya
atau dapat juga mengingatkan moment tertentu pada penyandangnya.
Uniknya,
nama lapang ini seringkali malah lebih terkenal dari nama aslinya. Orang lain disekelilinya
seringkali malah tidak kenal dengan nama aslinya. Contohnya, sampai saat ini
saya tidak tahu nama sebenarnya kawan-kawan saya seperti “lentur”, “Ndarong”dan
masih banyak lagi.
Demikian
juga nama ini akan tetap lestari dan berlanjut. Meskipun kadang nama itu agak
riskan jika disebutkan oleh junior. Namun itu sangat wajar dan biasa. Maka tak
heran jika ada anak junior dengan ekspresi biasa memanggil “Mas Blendes” , “Mas
Kebo” dan sebagainya. Tak ada rasa jengkel, justru nuansa keakraban dan
persaudaraan yang ada.
Tidak
heran jika Beth Jacob dalam perspektif psikologi sosial, nama lapang seperti ini
akan memberikan identitas unik dalam sebuah komunitas yang mampu menumbuhkan rasa
memiliki dan fanatisme/ kepercayaan diri
bagi personilnya. Ini sangat dibutuhkan untuk dimana persaudaraan, kekompakan
dan kebersatuan adalah hal mutlak dalam kegiatan outdoor. Anda sudah punya nama lapang? Atau pengin punya nama
lapang??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar