google-site-verification=dWnVtB9sFVvOx3Xy2K6f1aUiGctW39aZpeHxLmCftBY NAMA LAPANG ANAK MAPALA / OPA DAN FILOSOFINYA - Ihsannudin

Breaking

Senin, 20 Agustus 2018

NAMA LAPANG ANAK MAPALA / OPA DAN FILOSOFINYA


NAMA LAPANG ANAK MAPALA /  OPA DAN FILOSOFINYA

Oma - Ihsan - Molen - Blendes

Saya tidak bergabung dengan organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) ataupuan OPA (Organisasi Pecinta Alam) ketika saya kuliah. Sebenarnya alasannya adalah sepele yaitu sudah dipeseni Pakdhe Tono (sosok panutan yang ngopeni saya) untuk segera “lulus”. Stigma yang ada saat itu, Mapala adalah organisasi dengan anggota yang lulusannya lama (meski tidak selalu demikian). Tak ayal ini juga membuat heran kawan-kawan SMP dan SMA saya. Karena memang sakjane, saya sudah mulai naik gunung tanpa pendampingan (meski dengan sembnyi-sembunyi) ketika kelas 2 SMP. Dan semakin keranjingan pada periode berikutnya.

Saat kuliah S1, saya lebih tertarik ke dunia pers saat perkuliahan  dengan mengikuti Lembaga Penerbitan Mahasiswa Penulis “Plantarum”. Singgungan dengan anak mapala sebenarnya sudah bukan hal baru. Kebetulan sekretariat Plantarum bersebelahan dengan markas organisasi Mapala di kampus kami “Mapensa”. Dimana ritme kerja kami serupa dan kekhususan kesukaan kami juga sama (melekan dan sedal-sedal lungguh metingkrang). Dan lebih kebetulan lagi, lay outer kami (alm. Bottom) adalah punggawa Mapensa. Kloplah kami menjadi tetangga yang sangat dekat dan kerap berinteraksi kala itu.

Saat ini, interaksi dengan anak Mapala menjadi semakin demikian intens tatkala riset dan studi saya berkaitan dengan dunia konservasi. Gerbang penddidikan MBSC XVIII menjadi awal interaksi intens saya dengan anak anak Mapala, OPA maupun komunitas outdoor lainnya. Ada banyak kehebohan, keasyikan, keunikan dan kenyamanan ketika saya bergabung dengan komunitas ini. Tak akan pernah selesai membahas komunitas ini. Namun yang akan saya bahas pada kesempatan ini adalah adanya “Nama Lapang” atau dalam bahasa jawa adalah “Paraban” bagi personil komunitas pecinta alam dan outdoor activity ini.

Bagi anda yang tidak bergabung dengan komunitas MAPALA/ OPA mungkin agak heran, ketika ada lelaki ganteng dengan santainya dipanggil “Mas Babi” . Atau ada juga cewek manis kece, eh diteriaki temannya “Mbak Limbok!!!” dan lain sebagainya.

Nama lapang itu dapat berasal dari niatan dirinya sendiri ataupun dapat juga pemberian orang lain (senior/ kawan/ lainnya). Nama lapang ini umumnya diberikan tatkala personil tersebut mengikuti proses pendiklatan atau dapat juga ketika mengikuti moment kegiatan tertentu. Dan pastinya nama lapang tersebut memiliki filosofi tersendiri bagi penyandangnya, memberikan deskripsi tersendiri bagi penyandangnya atau dapat juga mengingatkan moment tertentu pada penyandangnya.

Uniknya, nama lapang ini seringkali malah lebih terkenal dari nama aslinya. Orang lain disekelilinya seringkali malah tidak kenal dengan nama aslinya. Contohnya, sampai saat ini saya tidak tahu nama sebenarnya kawan-kawan saya seperti “lentur”, “Ndarong”dan masih banyak lagi.
Demikian juga nama ini akan tetap lestari dan berlanjut. Meskipun kadang nama itu agak riskan jika disebutkan oleh junior. Namun itu sangat wajar dan biasa. Maka tak heran jika ada anak junior dengan ekspresi biasa memanggil “Mas Blendes” , “Mas Kebo” dan sebagainya. Tak ada rasa jengkel, justru nuansa keakraban dan persaudaraan yang ada.

Tidak heran jika Beth Jacob dalam perspektif psikologi sosial, nama lapang seperti ini akan memberikan identitas unik dalam sebuah komunitas yang mampu menumbuhkan rasa memiliki  dan fanatisme/ kepercayaan diri bagi personilnya. Ini sangat dibutuhkan untuk dimana persaudaraan, kekompakan dan kebersatuan adalah hal mutlak dalam kegiatan outdoor. Anda sudah punya nama lapang? Atau pengin punya nama lapang??




Tidak ada komentar:

Posting Komentar