google-site-verification=dWnVtB9sFVvOx3Xy2K6f1aUiGctW39aZpeHxLmCftBY AKAN MENJADI APA KITA?? - Ihsannudin

Breaking

Sabtu, 06 Januari 2018

AKAN MENJADI APA KITA??

Foto Ihsan Nudin.
Kemarin iseng-iseng melihat video kunjungan Presiden ke kampus Almamater UGM. Pada kesempatan itu Presiden mengadakan sesi kilas balik romantika pada saat kuliah, bimbingan skripsi hingga pasca kelulusan. Hal yang sangat berkesan adalah ketika Presiden menceritakan bahwa seperti layaknya sarjana pada umumnya adalah dapat bekerja pada perusahaan bonafid, BUMN keren ataupun PNS pada institusi mentereng. Sebagai lulusan Fakultas Kehutanan Jurusan Teknologi Pengolahan Kayu, Jokowi muda berkeinginan bekerja di Perhutani sebagai BUMN bidang kehutanan yang digandrungi. Namun apa daya, meski telah mengikuti tes namun ternyata hasilnya adalah tidak lulus sehingga tidak pernah kesampaian menjadi Pegawai Perhutani. Sehingga selanjutnya Jokowi menekuni bidang meubel, merambah ke ekspor meubel, Walikota Solo, Gubenur DKI hingga akhirnya menjadi Presiden. Sebuah capaian yang sangat jauh melebihi angan-angannya pada saat itu.
Cerita seperti ini ternyata sangat banyak. Seorang kawan dosen IPB pernah menceritakan bahwa setelah lulus, yang bersangkutan melamar menjadi dosen sebuah Perguruan Tinggi besar di Madura. Berbekal kepercayaan diri tinggi dengan integritas dan kompetensi yang dimiliki serta lulusan dari Perguruan tinggi besar tentu menjadi modal besar. Terlebih saat itu Perguruan Tinggi tersebut akan menuju negeri yang pemikirannya pasti membutuhkan banyak tenaga dosen. Tapi apa yang dinyana ternyata tak sesuai dengan keinginan. Jangankan mengikuti tes, bahkan dipanggil pun tidak pernah. Seiring berjalannya waktu pada akhirnya justru kawan saya itu dibutuhkan dan diterima di kampus almamaternya, yang sangat jauh melebihi ekspektasinya pada saat itu.
Ada lagi seseorang yang diam-diam menjadi panutan dan inspirasi saya. Dia memiliki obsesi menjadi dosen di almamaternya namun justru “terdampar” pada posisi yang jauh melebihi yang pernah dipikirkannya. Jika dirunut, Dia adalah seorang aktivis dengan dengan segudang prestasi mentereng baik akademik, organisasi dan kemampuan lainnya (pinter Qiro’ah dan Pidato). Belum lagi perilaku agamis dan integritas pribadi yang luar biasa tentu saja menjadi modal yang sangat prima. Terlebih lagi dia adalah penerima beasiswa TID (Tunjangan Ikatan Dinas) yang akan direkrut menjadi dosen ketika dia lulus. Kurang apalagi??? Tapi ternyata kenyataan berkata lain. Dikarenakan suatu hal yang sangat complicated, dia gagal menjadi dosen di almamaternya yang sebenarnya telah ada di depan mata (dengan sebagai penerima beasiswa TID). Hingga akhirnya saat ini justru menduduki jabatan strategis di sebuah Kementerian dengan prestasi gemilang dan membalap dari ukuran yang selayaknya.
Ada satu lagi. Seorang kawan lulusan UGM yang jangan ditanya kecerdasannya, ketajaman analisisnya dan brillian ide idenya. Selalu menjadi lulusan terbaik, pemegang dua ijasah master dalam negeri dan luar negeri, pribadi yang menarik dan selalu menjadi andalan para dosen dan seniornya. Dengan kapasitas yang demikian ini tentu menjadi sangat layak dan patut dimaklumi jika nantinya yang bersangkutan pasti diterima menjadi dosen di almamaternya. Lagi-lagi dan lagi ternyata realitanya berkata lain. Justru karena kebaikan dan kecakapannya dianggap menjadi “aib” dan menjadi bahan untuk menyingkirkan. Hingga akhirnya dia malah menjadi dosen di sebuah PTN dengan segudang prestasi dan sangat dihargai eksistensinya. Melebihi dari harapan yang ada sebelumnya.
Kisah-kisah serupa ini tentunya tak hanya itu saja. Hal yang menarik untuk disikapi dari berbagai cerita di atas adalah ternyata kegagalan dan tidak tercapainya obsesi di awal bukanlah sebuah final dan kiamat bagi sebuah capaian. Disitulah seringkali Tuhan malahan menunjukkan kasih sayangnya untuk memberikan sesuatu yang lebih dan berlimpah melampaui yang diinginkan. Meski kadang saat itu kekecewaan, kemarahan dan frustasi melingkupi. Ya... wajarlah. Kenapa?? karena pada saat itu kita menganggap itulah yang terbaik, itulah yang selayaknya didapatkan dan Tuhan "elekan" kok ndak ndukung. Namun itu perlu dicukupkan segera !! Ketika meratap berkepanjangan, menyesali hingga berlebihan, menyalahkan Tuhan hingga tak karuan maka ndak ada hasil yang menguntungkan selain malah keterpurukan yang makin menjemukan dan merugikan. Namun BANGKIT, Terus BERLARI, Terus BERKHIDMAT pada Tuhan, Semesta dan Manusia lainnya adalah jawabanya. Tidak ada yang lain!! Tenan....
TUHAN TAK AKAN PERNAH SALAH MEMILIHKAN YANG TERBAIK UNTUK KITA!!! Wallahu a’lam bishowab .... Happpy Jumat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar