![]() |
Salah Satu Kegiatan Jambore Daerah Kader Konservasi di Kawasan Kawah Ijen |
Beberapa waktu lalu penggiat konservasi dikejutkan dengan kabar adanya perubahan status sebagian kawasan Cagar Alam (CA) Kawah Ijen Merapi Ungup Ungup menjadi Taman Wisata Alam (TWA). Merujuk pada UU 5/1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, CA adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Status CA ini dinilai sangat berpihak pada kepentingan konservasi karena hanya memungkinkan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya. Sementara TWA adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Pada kawasan TWA ini selain memungkinkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya juga memungkinkan aktivitas wisata alam. Adanya aktivitas wisata alam inilah yang disoal para penggiat konervasi karena dinilai akan mengganggu eksistensi kawasan.
Kehebohan perubahan status sebagian kawasan CA Kawah Ijen Merapi Ungup Ungup ini bermula dari undangan BBKSDA Jawa Timur kepada 28 elemen masyarakat terkait dengan Konsultasi Publik Dalam Rangka Penataan Blok CA dan TWA Kawah Ijen Merapi Ungup Ungup pada 12 Agustus 2020 di Hotel Aston Banyuwangi. Dalam Konsultasi publik tersebut disebutkan sebagian CA Ijen Merapi Ungup Ungup dirubah menjadi TWA seluas 214,12 Ha berdasarkan SK Men LHK 318/MENLHK/SETJEN/PLA.2/2020 Tertanggal 30 Juli 2020.
![]() |
Dokumen Konsultasi Publik Sumber: Peserta Konsultasi Publik |
Konsultasi Publik
Sebenarnya, apa itu konsultasi publik? Konsultasi publik ini adalah rangkaian kegiatan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam yang merujuk pada Perdirjen KSDAE No P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016. Konsiderannya adalah: a) PP 28/2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA sebagaimana telah diubah dengan PP 108/ 2015 tentang Perubahan Atas PP 28 /2011; b) Permen LHK P.76/MenlhkSetjen/2015 Tentang Kriteria Zona Pengelolaan TN dan Blok Pengelolaan CA, SM, Tahura dan TWA.
Ruang Lingkup Perdirjen KSDAE P11/2016, tahapannya meliuti: a) persiapan; b) Pengumpulan dan analisis data dan informasi; c) Penyusunan rancangan dan konsultasi publik; dan d) Penyerahan dokumen rancangan. Dalam tahap Persiapan terdapat pembentukan tim kerja; dan Penyusunan rencana kerja. Hal ini penting dikritisi karena harus ada kerangka pemikiran rancangan zona dan blok pengelolaan serta metode yang digunakan. Sementara dalam tahap Pengumpulan dan analisis data dan informasi: 1) Harus ada paparan inventariasasi potensi kawasan (hayati dan non hayati); 2) Harus ada kajian pustaka, studi, penelitian dan berbagai referensi lain mencakup informasi spasial dan non spasial aspek: kawasan, pengelolaan kawasan konservasi, ekonomi dan sosial budaya masyarakat sekitar, permasalahan pengelolaan, serta keterkaitan kawasan konservasi dengan pembangunan ditingkat nasional dan daerah. Adapaun tahapan Penyusunan rancangan dan konsultasi publik setidaknya memuat: a) deskripsi kawasan; b) analisis dan pembahasan; c) deskripsi masing-masing zona pengelolaan atau blok pengelolaan; dan d) lampiran.Terakhir tahapan penyerahan dokumen rancangan dengan melakukan: 1) pembentukan tim kerja; dan 2) penyusunan rancangan kerja.
Dalam hal ini hemat saya, selayaknya publik atau undangan konsultasi publik ini telah memahami seluruh proses tersebut dilakukan. Terpenting adalah publik selayaknya dapat mengakses dokumen Pengumpulan dan Analisis Data dan Informasi dan dokumen Rancangan dan Konsultasi Publik.
Gambaran CA Kawah Ijen Merapi Ungup Ungup
Berdasarkan laman BBKSDA Jatim (https://bbksdajatim.org/cagar-alam-kawah-ijen-merapi-ungup-ungup-2 )
diperoleh dasar ditunjuknya CA berdasarkan
SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.46 tanggal 9 Oktober 1920 Stbl No.736
dengan luas 2.560 ha. Perkembangannya pada 10 Desember 1981 melalui SK Menteri
Pertanian No.1017/Kpts-II/Um/12/1981 menetapkan sebagian kawasan CA Kawah Ijen
seluas 92 ha menjadi Taman Wisata Alam Kawah Ijen dan sisanya 2.468 ha tetap
sebagai CA.
CA Kawah Ijen Merapi Ungup Ungup memiliki
urgensi untuk memperoleh perlindungan. Kekayaan keragaman hayati baik flora dan
fauna serta fungsi ekologis lainnya sangat luar biasa. Terkait dengan flora, ketinggian
700-1000 Mdpl didominasi pohon-pohon famili Fagaceae, Magnoliaceae,
Ericaceae, Hamamelidaceae serta Coniferae. Ketinggian 1.000 – 2.500 Mdp (high Montane Rain
Forest atau Hutan Hujan Pegunungan
Tinggi) dijumpai kombinasi famili vegetasi di Hutan Hujan Pegunungan dan
Hutan Hujan Sub Alpin dengan vegetasi dominan Compositae (Eidelweiss) dan
Ericaceae (Vaccinium). Pada ketinggian 2.500 – 4.000 Mdp (Sub
Alpin Rain Forest atau Hutan Hujan Sub Alpin) merupakan
tipe vegetasi Hutan Hujan Sub Alpin di kawasan CA/TWA Kawah Ijen, yaitu di
daerah Gunung Merapi yang mempunyai ketinggian sekitar 2.800 m dpl. Vegetasi
didominasi oleh tumbuhan semak dan perdu. Terdapat juga Hutan Pegunungan Kering
dan Semak Alpin. Hutan Pegunungan Kering didominasi Cemara (Casuarina
junghuniana) dengan rumput penutup di dasar. Sedangkan Semak Alpin berada di
atas garis tumbuh pohon pada gunung-gunung yang paling tinggi. Semak seperti
ini biasanya didominasi suku Ericaceae, misalnya Vaccinium dan tumbuhan seperti
Schima, Potentilla serta Hypericum. Telah teridentifikasi 86 jenis flora
di kawasan CA Kawah Ijen yang terdiri dari semak, epifit, perdu, tumbuhan bawah,
pohon dan rumput. Jenis pohon yang mendominasi adalah Cemara (Casuarina
junghuniana) yang sebarannya merata dan merupakan ciri khas vegetasi dataran
tinggi.
Terkait fauna,
beberapa jenis satwa yang dapat dijumpai antara lain Macan kumbang/tutul (Panthera pardus),
Kucing hutan/ Macan rembah (Felis bengalensis), Ajag (Cuon
alpinus), Lutung jawa (Trachypithecus auratus), Tupai terbang (Petaurista
elegan), Tupai tanah (Lariscus insignis) dan
Tupai pohon (Scuridae), Kijang (Muntiacus
muntjak), Jelarang (Ratufa bicolor), Babi
hutan (Sus verrucosus), Banteng (Bos
javanicus), garangan (Herpectes javanicus) dan
Luwak (Paradoxurus hermaproditus). Terdapat 107 jenis burung, 21 jenis merupakan
jenis endemik. Burung endemik tersebut antara lain ; Walik kepala ungu (Ptylinopus porphyreus), Cekaka jawa (Halcyon
cyanoventris), Sepah gunung (Pericrocotus miniatus), Cucak gunung (Pycnonotus
bimaculatus), Kipasan bukit (Rhipidura euryura) dan
ayam hutan hijau (gallus varius). Data
Statistik BBKSDA Jatim menyebut arah prioritas pengelolaannya sebagai habitat
elang jawa yang merupakan satwa prioritas dalam peningkatan populasi
berdasar SK Dirjen PHKA No. 200/IV/KKH/2015. Kawasan ini juga dinilai
menjadi kawasan penghubung jalur harimau jawa
dari Maelang – Gunung Suket – Jampit – Raung. Bahkan lebih luas, kawasan Ijen
sebagai penghubung populasi karnivora Baluran – Meru Betiri via Maelang –
Merapi – Ijen – Jampit – Raung – Gumitir – Betiri (Ihsannudin. 2019. Mongabay).
Sementara
kawasan ini juga memiliki fungsi ekologis lain yang menunjang kehidupan
manusia. Sebut saja kelangsungan sumber air dan perlindungan
kebencanaan.
![]() |
Kawasan Kawah Ijen Sumber: bbksdajatim.org |
Pertanyaan
Paradoks
SDGs
Upaya
perubahan status ini selayaknya juga memikirkan relasi
Pembangunan Berkelanjutan Nasional yang menganut atau SDGs (Sustainable
Development Goals). Sebagaimana diketahui, SDGs terdiri atas 17 Goals: 1)
Menghapus kemiskinan; 2) Mengakhiri kelaparan; 3) Kesehatan yang Baik dan
Kesejahteraan; 4) Pendidikan Bermutu; 5) Kesetaraan Gender; 6) Akses air bersih
dan sanitasi; 7) Energi bersih dan terjangkau; 8) Pekerjaan layak dan
pertumbuhan; 9) Infrastruktur industri dan inovasi; 10) Mengurangi ketimpangan;
11) Kota dan komunitas berkelanjutan; 12) Konsumsi dan Produksi yang
bertanggungjawab; 13) Penanganan perubahan iklim; 14) Menjaga ekosistem laut;
15) Menjaga ekosistem darat; 16) Perdamaian, keadilan dan kelembagaan kuat; 17)
Kemitraan untuk mencapai tujuan.
Terlebih pada Perpres No 59 /2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan; dalam lampirannya disebut: a). Tujuan ke-15: Melindungi, merestorasi, dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degradasi lahan, serta menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati. b). Tujuan Ke-16: Menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses keadilan untuk semua, dan membangun kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan.
Uraian ini
mengimplikasikan, tidak perlunya dilakukan perubahan status sebagain kawasan CA
menjadi TWA. Kawasan TWA yang telah ada masih sangat berpihak pada kepentingan ekonomi yang kuat tanpa meninggalkan kaidah pembangunan berkelanjutan. Ini
tentunya bila dikelola dengan prinsip ekowisata yang benar-benar konsisten.
Salam Lestari!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar