![]() |
Selapanan Konservasi di Mahadipa FT Unej |
Kegiatan selapanan konservasi dilaksanakan di sekretarian Mahadipa FT Unej pada 7 April 2019. Bahasannya masih seputar RTRW Jember sebagaimana terdapat pada Perda Kabuaten Jember No
1 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang dan Rencana Wilayah Kabupaten Jember.
Bahasan kali ini adalah berkaitan dengan Sumberdaya air, sampah dan Kawasan
Suaka Alam (KSA) - Kawasan Perlindungan Alam (KPA), Berikut adalah ulasan dari
masing masing pembahasan tersebut.
Sumberdaya Air (Sungai)
Materi ini disampaikan oleh Mahapala. Dalam membahas RTRW
Kabupaten Jember terkait dengan sumberdaya air (sungai) terdapat beberapa
catatan penting yang perlu dikemukakan. Pertama, zonasi sungai masih belum mencakup seluruh wilayah sungai
yang ada di Kabupaten Jember.
Kedua, Fokus RTRW Kabupaten Jember hanya pada sempadan dan tidak menyentuh pada
ekologi airnya. Ketiga, Fokus
RTRW Kabupaten Jember terkait sumberdaya air ternyata belum mencakup di wilayah
sungai bagian hulu.
Keempat, Kelengkapan inventarisasi sungai di kabupaten Jember dirasa masih
kurang.
Berdasarkan kondisi tersebut makan dapat diberikan beberapa
rekomendasi untuk RTRW Kabupaten Jember diantaranya adalah:(1) Perlunya
update informasi wilayah sungai dan zona yang telah ditentukan.(2) Bicara
sungai sebenarnya bukan hanya pada sempadan (50 meter ke kiri dan 50 meter ke
kanan dari pinggir) dari hulu hingga hilir. (3) Terkait kebencanaan maka
perlu dikaji tipologi sungai.(4) Perlu dikaji suatu sungai itu
dikontribusi dari anak sungai mana saja. (5) Perlu ada pencarian
informasi, adakah perlindungan pada wilayah hulu dan tata guna lahan yang
berpengaruh pada sungai tsb. (6) Fungsi sungai adalah diupayak bagaimana
jika hujan tidak banjir dan pada saat musim kemarau tidak kering. (7) Sungai
dapat menjadi menjadi sumberdaya lain seperti wisata dan harapannya tetap
dengan mempertahankan karakteristik aslinya (tidak dibendung dsb). (8) Ketika
ada usulan perbaikan di RTRW terkait yang diusulkan maka peru ada cantolan
konsiderasi regulasi. (9) Wilayah hulu hendaknya bukan hutan rakyat tapi
perkebunan rakyat (intinya yang bukan orientasi timber/ kayu). (10) Daerah
Aliran Sungai atau DAS ada istrilah prtimer, sekunder dan tersier,
seringkali ditemukan kemdala bahwa kunci buka-tutup hilang. (11) Standar
perencanaan irigasi hendaknya mengacu pada Kementerian PUPR Direktorat
Sumberdaya Air.
Pengelolaan
Sampah
Pembahasan
terkait hal ini disampaikan oleh elemen WIPAB. Konsideran pada bahasan ini menggunakan
UU 18/2008 tentang pengelolaan sampah. Selanjutnya rujukan lebih spesifik
mengacu pada Pasal 31. Pengelolaan sampah berprinsip 4R (Reduce, Reuse,
Recycle, Replaced) yang diwujudkan
Melalui: a) rencana lokasi TPA dilakukan
odengan optimasi TPA dengan sanitary
lanfil di Pakusari; Peningkatan pengelolaan TPA dengan sanitary landfill di Tanggul, Kencong, Ambulu, Rambipuji; Pengembangan
TPA di Puger, Sukowono dan Silo. b) Rencana lokasi TPS dilakukan dengan mengurangi
timbunan di TPS melalui pengembangan TPST; Pemilahan awal. c) Rencana
pengelolaan sampah RT melalui peningkatan partisipasi pengelolaan sampah di tingkat
rumah tangga.
Kendala-kendala
yang dihadapi dalam pengelolaan sampah masih tidak ada regulasi yang berupaya me-reduce sampah di Kabupaten Jember.
Kendala lain adalah tidak adanya insetif / support untuk melakukan reuse, recycle dan replace
secara mandiri. Kegiatan pada TPA dengan Sanitary
landfill akan berefek pada kapasitas
yang terbatas. Hal yang paling perlu segera mendapat perhatian adalah pemilahan
awal sampah tidak ditindaklanjuti pada
proses lanjutan.
Hasil
diskusi pada selapanan konservasi terkait
pengelolaan sampah ini menghasilkan beberapa rekomendasi. Mendorong tempat
pembuangan sampah bukanlah TPA (Tempat Penampungan Akhir) tetapi menjadi TPA
(Tempat Pengolahan Akhir). TPA Kertosari di Kecamatan Pakusari (seluas 7,5 hektar dengan kedalaman
12 meter) adalah bersumber dari sampah rumah tangga yang 60% adalah organik.
Sehingga ada kekhawatiran terjadai over
capacity maka pengolahan sampah adalah sebagai jawaban. Sebenarnua di TPA Pakusari sudah ada pipa gas metana yang
dihasilkan dari bahan organik. Ini menjadi semangat baru bahwa sebenarnya Kabupaten
Jember yang sudah memiliki anggaran untuk membuka TPA baru, alangkah lebih
bagusnya jika bukan sekedar untuk membuka namun lebih baik dipikirkan untuk upaya
pengolahan.
Dalam
diskusi ini juga disampaikan bahwa ada informasi sampah di Kencong dibuang di
rawa sehingga perlu ada tindak lanjut untuk mengkonfirmasi informasi ini. Leboh
lanjut diungkapkan bahwa pernah ada perhitungan bahwa optimasi hitungan sampah
per individu di Kabupaten Jember adalah 0,8 liter per hari. Namun Kenyataannya jumlah
sampah yang dikirim ke Pakusari masih lebih kecil dari hasil perkalian jumlah optimasi
per-kapita dengan jumlah penduduk. Ada dugaan bahwa sampah lebih banyak dibuang
di sungai atau di tempat lain yang tak semestinya. Hasil ini berdasarkan hasil pengerukan
muara Sungai Bedadung yang justru jumlahnya banyak.
KSA/ KPA (Kawasan Suaka Alam/ Kawasan Perlindungan
Alam)
Mapensa
memperoleh bagian membahas terkait KSA dan KPA. Dengan merujuk Konsideran UU
5/1990 masih perlu adanya beberapa koreksi menyangkut cagar alam. Pada arahan
peraturan zonasi Kawasan indung (arahan 12) masih disebutkan bahwa Cagar Alam diizinkan pengembangan kegiatan
wisata alam secara terbatas. Padahal dalam UU 5/1990 tegas disebutkan bahwa
hanya kegiatan pendidikan dan penelitian yang dapat dilakukan di Cagar Alam.
Masih
ada tabrakan pembahasan pengelolaan bahwa sebenarnya CA dan SM adalah domian
BKSDA dan Taman Nasional adalah domain Balai Taman Nasional Meru Betiri (BTNMB).
Secara general Pengelolaan KSA/ KPA dalam RTRW lebih beraroma ekonomi dibandingkan
konservasi.
Hasil
diskusi kemudian menemukan bahwa dalam RTRW disebutkan luasan TNMB namun Bande Alit
masih disebut sebagai kawasan Wisata Jember, ini seolah menjadi pemahaman bahwa
Bande Alit tidak masuk TNMB. Lembaga BTNMB sendiri telah melakkukan program dan
strategi pengembangan kawasan di kawasan taman nasional yang sudah proper. Satu hal lagi yang menunjukkan
kekeliruan adalah Nusa barong masih disebut CA padahal melalui
Kep Menteri Kehutanan Nomor SK 314./MENHUT-II/2013 Tanggal 1 Mei 2013 kawasan
Nusa Barung ditetapkan sebagai Suaka Alam dengan status Suaka Margasatwa Pulau
Nusa Barung dengan luas 7.635,9 Ha (file dapat diunduh disini). Secara umum masih banyak terdapat
kekeliruan definisi dan penggunaan istilah.
Additional
Bahasan
Bila dikaji lebih
dalam, sebenarnya Jember kaya akan cagar budaya. Maka perlu ada fokus dan
identifikasi terkait dengan mana saja yang menjadi Cagar Budaya. Pembahasan terkait
dengan tambang, geotermal, RTH, kebencanaan masih kurang dibahas. Point yang belum dibahas adalah tentang geotermal
(Pasal 28); rawan bencana (pasal 38); Ruang Terbuka Hijau (pasal 36); Tambang
(pasal 47). Pertemuan selanjutnya di
Swapenka atau di SAR OPA pada Minggu, 12 Mei 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar