google-site-verification=dWnVtB9sFVvOx3Xy2K6f1aUiGctW39aZpeHxLmCftBY PENUTUPAN TAMBANG BATUBARA YANG LEBIH ECO-FRIENDLY UNTUK PHILIPINA - Ihsannudin

Breaking

Senin, 14 Mei 2018

PENUTUPAN TAMBANG BATUBARA YANG LEBIH ECO-FRIENDLY UNTUK PHILIPINA


PENUTUPAN TAMBANG BATUBARA YANG LEBIH ECO-FRIENDLY UNTUK PHILIPINA


Salah Satu Tambang Batubara di Provinsi Benguet Philipina
Sumber: www.dailystar.com



Penambangan batu bara menjadi isu krusial di negara Philipina, ditengah kebutuhan energi yang demikian masif. Negara dengan jumlah penduduk sekitar 97,98 juta jiwa ini memiliki kebutuhan listrik per kapita 588 kWh. Guna memenuhi kebutuhan energi tersebut Philipine menggunakan energi fosil dengan jumlah mendekati tiga perempat kebutuhan listriknya. Salah satunya adalah penggunaan energi batubara. Saat ini Philipina memiliki 98 tambang batubara yang sedang beroperasi, dalam tahap pembangunan ataupun telah diumumkan untuk dilakukan operasi. Ironisnya, beberapa diantaranya beroperasi tanpa ijin resmi. Hingga tahun 2040, Filipina akan terus meningkatkan kapasitas listrik berbahan bakar batu bara.

Sebagai bentuk energi yang tidak terbarukan maka penambangan batubara akan memiliki masa henti dalam pengoperasiannya. Di berbagai negara, bekas tambang batubara seringkali menimbulkan masalah lingkungan yang serius. Subtanto Joko Suprapto, seorang peneliti Konservasi Pusat Sumberdaya Geologi mengungkapkan,  bahwa masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan baik secara kimiawi, fisik (morfologi dan topografi), perubahan iklim mikro, ganggunan habitat biologi serta penurunan produktivitas tanah yang menjadi tandus atau gundul. Untuk itu, diperlukan perencanaan dan pengaplikasian yang tepat saat tambang batubara tersebut tutup.

Fungsi Pertanian dan Penutupan Lahan Tambang
Pemilihan sektor pertanian menjadi solusi tepat dalam mencegah terjadinya kerusakan lingkungan pada wilayah bekas penambangan batubara. Tentu saja jika pertanian diaplikasikan dengan memperhatikan fungsi-fungsi yang ada. Pertanian telah dikenal dapat memainkan peran multifungsi (agricultural multifunctionality). Todorova dan Ikova (2014) mengadvokasi pertanian harusnya memiliki 4 fungsi utama yaitu green function, blue function, red function dan yellow function. Green function diartikan bahwa pertanian seharusnya memiliki fungsi konservasi. Sebagaimana yang diketahui, konservasi memiliki makna perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan. Sehingga komoditas yang dibudidayakan selayaknya dapat memberikan perlindungan dari terjadinya longsor, penguatan kondisi daya dukung lahan serta dapat bermanfaat  bagi  ekosistem dan masyarakat.  
Sedangkan blue function dimaknai bahwa pertanian mampu memperbaiki tata kelola air. Dalam hal ini maka perlu dipilih komoditas yang tidak mengeksploitasi cadangan air ataupun menjadikan labil kondisi tanah yang dapat menjadi trigger munculnya tanah longsor, namun seharusnya justru dapat menjadi penahan air. Sementara red function lebih mengacu pada pemanfaatan sebagai energi.
Selayaknya komoditas yang diupayakan dapat memberikan dukungan energi bagi lingkungan dan masyarakat. Pemaknaan atas yellow function mempertimbangkan  pertanian mampu memberdayakan atau memberi penghidupan masyarakat. Hal ini mengimplikasikan bahwa komoditas yang ditanam dapat memberikan hasil serta kemanfaatan baik secara ekonomi maupun sosial bagi masyarakat. Penafian atas salah satu dari 4 fungsi pertanian tersebut maka menjadikan pertanian tidak memberikan kemanfaatan sesuai yang diharapkan.
Merujuk pada tipologi lahan bekas penambangan batubara sudah selayaknya mendesain ulang jenis tanaman yang ada di wilayah bekas penambangan. Perlu dipilih dominasi tanaman tegakan dengan akar kuat dan maksimal dalam menahan air. Manfaatnya adalah ntuk merecovery kondisi tanah dan penahan bagi topografi yang labil. Meskipun nantinya tetap dapat dilakukan budidaya tanaman musiman semisal jahe atu tanaman lainnya, namun upaya dominasi populasi tanaman tegakan tetap harus dilakukan dengan konsisten.


Desain Ulang Sumberdaya Lingkungan
Desain ulang fungsi dan pemanfaatan lingkungan ekologi di kawasan bekas penambangan menjadi isu yang krusial.  Penataan ulang pemanfaatan lingkungan ekologi perlu menggeser dominasi tanaman musiman ke dominasi tanaman tegakan yang bersifat tahunan. Konsekuensinya, pola pendapatan  masyarakat juga akan berubah dari pola harian dan atau bulanan menjadi dalam hitungan tahunan. Untuk itu perlu diantisipasi dengan mengupayakan ketersediaan nafkah bagi masyarakat secara berkelanjutan atau biasa disebut konsep sustainable livelihood (Ellis, 2000). Konsep ini dikembangkan pada akhir tahun 90-an di Inggris namun memiliki relevansi tinggi pada wilayah dengan konteks kerentanan kerusakan lingkungan, keterbatasan sumberdaya dan variasi musim. 

Penyediaan nafkah berkelanjutan ini dilakukan dengan diversifikasi aktivitas serta utilisasi kapital-kapital yang ada dalam tata nafkah masyarakat setempat. Semakin beragam pilihan nafkah yang dapat dilakukan oleh masyarakat di wilayah tersebut maka semakin meningkatkan probabilitas penerapan strategi nafkah berkelanjutan. Diversifikasi nafkah berbasis pertanian seperti budidaya perikanan air tawar, peternakan, pengolahan hasil pertanian ataupun ekowisata dapat menjadi alternatif. Tentu saja, perumusan strategi ini dengan tetap memperhatikan kapital-kapital nafkah yang ada di masyarakat sekitar yang meliputi kapital sosial, kapital manusia, kapital alam, kapital keuangan, kapital fisik dan kapital sosial. Sehingga pilihan dapat tepat sesuai dengan kondisi yang ada pada wilayah tersebut.

Pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya  pertanian di wilayah lahan bekas tambang harus dilakukan dengan tepat dan terintegrasi, agar pertanian justru tidak dipersalahkan menjadi penyebab baru kerusakan lingkungan nantinya. Sehingga manusia yang diamanahi Tuhan sebagai khalifah dalam menjaga bumi ini tidak dituduh berkhianat menjadi perusak dan sumber  bencana di bumi ini. Salam Lestari!!


======================================================================

MORE ECO-FRIENDLY OF COAL MINING CLOSING IN PHILIPINES

Coal mining is a crucial issue in the Philippines, in the massive energy needs. The country with a population of about 97.98 million people has electricity needs per capita of 588 kWh. To fulfill the energy needs, Philipine using fossil energy with the amount of close to three quarters of its electricity needs. One is the use of coal energy. Currently the Philippines has 98 coal mines under construction, under construction or has been announced for operations. Ironically, some operate without official permission. Until 2040, the Philippines will continue to increase its coal-fired power capacity.

As a form of non-renewable energy coal mining will have a period of stopping in its operation. In many countries, former coal mines often cause serious environmental problems. Subtanto Joko Suprapto, a conservation researcher of the Center for Geological Resources, revealed that the main problems that arise in the ex-mining area are environmental changes both chemically, physically (morphologically and topographically), micro-climate change, biological habitat ganggunan and decreased productivity of land that becomes barren or bare. Therefore, proper planning and application is required when the coal mine closes.

Agricultural Function and Closure of Mining Land

The selection of the agricultural sector to be the right solution in preventing the occurrence of environmental damage in the former coal mining area. Of course, if agriculture is applied with attention to the functions that exist. Agriculture has been known to play the role of multifunction (agricultural multifunctionality). Todorova and Ikova (2014) advocate agriculture should have four main functions: green function, blue function, red function and yellow function. Green function means that agriculture should have conservation function. As is known, conservation has the meaning of protection, preservation and utilization. So that the cultivated commodities should be able to provide protection from the occurrence of landslides, strengthening the carrying capacity of the land and can be useful for ecosystems and communities.

While the blue function is understood that agriculture is able to improve water governance. In this case, it is necessary to choose commodities that do not exploit the water reserves or make the soil conditions unstable that can trigger the emergence of landslides, but should be able to be a water barrier. While red function refers more to the utilization as energy.
Just as commodities are sought to provide energy support for the environment and society. Meaning of yellow function considering agriculture able to empower or give livelihood of society. This implies that the cultivated commodities can yield both economic and social benefits and benefits to the community. Disclaimer of one of the four functions of agriculture is making agriculture does not provide the expected benefits.

Referring to the typology of former coal mining areas it is appropriate to re-design the existing plant species in the former mining area. It is necessary to choose the dominance of standing plants with strong roots and maximum in water retention. The benefit is to recover soil conditions and retaining for unstable topography. Although it can still be done cultivation of seasonal crops such as ginger or other plants, but efforts to dominate standing plant population should still be done consistently.

Re-Design of Environment Resource
The redesign of the function and utilization of the ecological environment in the former mining area is a crucial issue. The rearrangement of ecological environment use needs to shift the dominance of seasonal crops to the dominance of annual crops. Consequently, the pattern of people's income will also change from daily and / or monthly patterns to an annual count. For that it should be anticipated by seeking the availability of subsistence for the community in a sustainable or so-called sustainable livelihood concept (Ellis, 2000). This concept was developed in the late 90s in the UK but has a high relevance to the region with the context of vulnerability to environmental damage, resource constraints and seasonal variations.

The provision of sustainable subsistence is done by diversifying activities and utilizing the existing capital in the local people's livelihood. The more varied livelihood options that can be made by communities in the region, the more increasing the probability of implementing sustainable livelihood strategies. Agricultural-based livelihood diversification such as freshwater fishery cultivation, livestock, agricultural processing or ecotourism can be an alternative. Of course, the formulation of this strategy by keeping an eye on the livelihood capital in the surrounding society which includes social capital, human capital, natural capital, financial capital, physical capital and social capital. So the choice can be appropriate in accordance with existing conditions in the region.

Development and utilization of agricultural resources in the area of former mining land has to be conducted properly and integrated, so that agriculture is not blamed for new causes of environmental damage later. So, human as a leader in guarding the earth is not accused of betraying to be a destroyer and a source of disaster on this earth.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar