BANTENG MERU BETIRI DALAM KEGIATAN INHOUSE TRAINING
Taman
Nasional Meru Betiri (TNMB) malaksanakan
inhouse training pengelolaan banteng yang dilaksanakan pada 16 – 17 April 2018
bertempat di Hotel Panorama Jember. Kegiatan tersebut diikuti oleh Unsur
Pengendali Ekosistem Hayati (PEH), Polisi Hutan (Polhut), Masyarakat Mitra
Polhut (MMP) dari TNMB, TN Baluran dan TN Alas Purwo, staf struktural TNMB serta unsur kader
konservasi.
Kader konservasi yang
berkesempatan hadir pada kesempatan itu adalah adalah Ihsannudin, hamdi, Ahmad
Kholil, M. Ali Wafi, Nabil Ghozi dan Ario Tanggap Zubaidillah. Materi disampaikan oleh Pak Iskadar
(Copenhagen Zoo) terkait Dasar-Dasar Pengelolaan Satwa Banteng, Ibu Desi (Direktorak
KKH) terkait Pembinaan Habitat dan Pak
Dede (IPB) terkait camera trap. Selain
ilmu yang diperoleh dari para pemateri, bonus lainnya adalah sharing pengalaman
dari para peserta; dan yang paling kece adalah reuni dengan para kawan lama
serta bertambahnya kawan/ saudara baru.
Dasar-Dasar
Pengelolaan Satwa Banteng
Beberapa catatan penting dalam
kegiatan yang disampaikan oleh Pak Iskandar adalah bahwasannya kementerian
menargetkan peningkatkan populasi banteng secara nasional yang saat ini masih
ada pada kisaran 300 – 400 ekor. Bilangan ini masih memerlukan perhatian. Kasus
di TN Alas Purwo dalam rentang satu tahun pengamatan terdapat 150 ekor dengan 4
angka kelahiran. Catatan khusus di Sadengan terdapat 126 ekor. Catatan di TN Baluran adalah 70 ekor dan
amannya seharusnya ada 500 ekor. Dengan semakin banyaknya populasi banteng maka
serangan dari predator akan dapat diminimalisir karena kawanan akan dapat
melindungi banteng kecil dari serangan ajag.
Upaya pengelolaan konservasi
diusulkan oleh Pak Iskandar harus dengan pola aktif. Jika ndak ada air, bikin
penampungan air. Jika ndak ada rumput, jaga savana dan selanjutnya. Sementara konsolidasi
yang perlu dilakukan oleh TNMB, mantan Kepala TNMB ini mengusulkan perlu adanya
monitoring populasi, monitoring distribusi dalam kawasan, mapping habitat dan
kawasan, pengkajian pemukiman/ kebun yang ada dalam kawasan, assessment habitat
serta mengembalikan banteng yang berkeliaran di luar kawasan khususnya yang
rawan konflik dengan manusia.
Pak Iskandar lebih lanjut menjelaskan
bahw banteng termasuk spesies transformer. Spesies ini memerlukan asupan
makanan (rumput)yang banyak serta kebutuhan air baik berupa air maupun dalam
kandungan rumput yang banyak (20 – 30 liter per hari).
A =
perkembangan konservasi yang bagus
B =
terancam
C =
stabil
Banteng, ketika mengalami
ketidaksesuaian dengan lingkungan maka akan melakukan adaptasi. Maka diperlukan
perhatian pada kesejahteraan satwa terkait dengan feeding (pakan), berkembang
bika dan ruang. Beberapa yang dapat dilakukan banteng dalam melakukan adaptasi adalah
dengan: menurunkan kualitas makanan; menambah waktu makan; alternatif makanan lain
ataupun keluar dari habitat (kawasan). Inilah yang membahayakan. Apakah ini
akan dibiarkan??? Atau akan dilakukan perbaikan???
Jika terjadi konflik dan dilakukan
penangkapan maka beberapa hal yang perlu diperhatikan adalahperwatan dan
monitoring kesehatan; perawatan dalam handling utamanya mengisolasi dari suara dan
kehadiran orang, perawatan oleh orang yang sama dan pengawasan dokter hewan. Khusus
terkait suara, ada kasus yang menjadikan banteng tidak datang lagi di salah
satu spot di Bande alit, yaitu ketika petani mengusir satwa dengan suara
mercon.
Habitat
Tidak banyak yang dapat kami catat terkait dengan hal
ini, namun beberapa hal penting yang perlu menjadi catatan adalah. Bahwasannya dasar
hukum pembinaan habitat ada pada PP 7/ 1999; PP 28/2011; Permenhut P.58/2011;
Permenhut 48/ 2014 dan Permen LHK 76/2015.
Banteng sebagai satwa prioritas TNMB selain karnivira
besar, lutung dan elang jawa maka diperlukan pengelolaan yang baik. Bisa saja
dengan preservasi (membiarkan tanpa campur tangan) atau dengan manipulasi. Manipulasi
dilakukan terkait dengan perlindungan (sarang), pakan dan air dengan dukungan
landscape, interaksi spesies dan perlindungan dari gangguan dan bencana. Sebagai
catatan pembinaan habitat di wilayah Sadengan dalam satu kali kegiatan (per
tahun dilakukan 3 kali) memerlukan biaya 2 juta dan itu diluar biaya tenaga
kerja.
Camera Trap
Monitoring satwa telah bergeser
menggunakan camera trap yang dinilai memiliki banyak keunggulan. Pemateri
menyarankan salah satu merk (sori...japri aja ya he....) untuk hasil terbaik. Disarankan
menggunakan SD card dengan memry 4GB. Disarankan menggunakan mode video dan
menyarakan software GOM Player. Patokan pemasangan camera trap adalah setengah
dari tinggi badan satwa dengan menghadap ke utara untuk menghindari bias. Sangat
disarankan melakukan setting camera di tempat pemasangan.
Demikian sedikit catatan, mohon
koreksi jika ada yang tidak tepat dan mohon pemakluman jika masih banyak yang
terlewat. Mohon dilengkapi. Untuk diskusi yang lebih asik dapat menghubungi:
Ihsannudin
email:
ihsannudin.utm@gmail.com
ihsannudin@yahoo.com
Ihsannudin
email:
ihsannudin.utm@gmail.com
ihsannudin@yahoo.com
ihsannudin@trunojoyo.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar