PENASARAN MBSC XIX ??
Peserta MBSC foto bersama
All of Participants of MBSC XIX
All of Participants of MBSC XIX
Meru Betiri Service Camp Ke-19 (MBCS XIX) adalah sebuah ajang pelatihan kader konservasi yang dilaksanakan oleh Wadah Informasi Pecinta Alam Besuki (WIPAB) bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Meru Betiri (BTN MB) Jember, Indonesia dan Seksi III Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jember. Kegiatan dilaksanakan pada 16-20 Maret 2018 bertempat di Bande Alit Taman Nasional Meru Betiri Kabupaten Jember. Hal yang menarik adalah bahwa pelatihan ini diinisiasi dari masyarakat (bottom up) untuk mendukung dunia konservasi.
Dalam perhelatan tersebut peserta akan diberikan berbagai macam pemahaman dan keterampilan terkait dengan 1) kehutanan umum, 2) konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, 3) flora-fauna Indonesia dan Taman Nasional Meru Betir, 4) karnivora besar, 5) ekologi, 6) hitung karbon, 7) ekowisata dan interprestasi alam, 8) analisa air, 9) pengamatan burung, 10) analisa vegetasi, 11) simulasi pengamatan burung, 12) pemasangan camera trap, 13) pengamatan masyarakat, 14) global warming, 15) jurnalistik lingkungan, 16) advokasi lingkungan, 17) pengamatan satwa- plaster cast (karnivora besar).
Pemateri MBSC XIX
(Trainers of MBSC XIX)
(Trainers of MBSC XIX)
Nilai lebih dari penyampaian materi-materi tersebut adalah dilakukan secara klasikal, diskusi, game, smulasi serta praktek lapangan yang pastinya akan memperkuat pemahaman serta penguasaan keterampilan secara aplikatif. Semisal pengamatan burung yang langsung mengamati di kawasan hutan, praktek dengan kamera trap di lokasi hutan, analisa vegetasi tumbuhan di petak hutan alami, pencetakan jejak satwa yang langsung dari satwa hutan yang melintas,pengamatan masyarakat yang ada di sekitar taman.
Lokasi praktek yang langsung berada di lokasi Taman Nasional Meru Betiri ternyata mampu memberikan “ruh” pada materi-materi yang diberikan. Suasana yang murni dari hutan dengan gemerlap bintang bintang sebagai penerang pada malam yang sunyi. Diiringi suara satwa liar berbagai macam burung, lutung dan satwa lain. Serta suara deburan ombak dari Pantai Bande Alit yang menggelegar. Seluruhnya menjadi kesan dan kisah yang tak terlupakan.
Manfaat yang lebih bernilai dari kegiatan ini adalah dengan adanya interelasi personal antar peserta. Dengan latar belakang peserta yang berasal dari berbagai macam organisasi pecinta alam baik universitas, SMA maupun komunitas bahkan tanpa mewakili organisasi; perbedaan status dan pekerjaan, perbedaan jenis kegiatan yang dilakukan serta perbedaan asal kota; menjadikan pengalaman menjadi kaya dan meningkatkan pemahaman akan perbedaan. Disitu peserta dapat saling berbagi dan saling belajar.
Pemateri juga berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari petugas Taman Nasional, mahasiswa, guru SMA, aktivis LSM, dosen dan bahkan jurnalis menjadikan materi menjadi demikian dinamis karena disampaikan dari perspektif masing-masing. Pengalaman akan dunia konservasi masing-masing menjadi demikian beragam.
Penulis Berpose di Depan Banner MBSC XIX
(Writer posing in the front of MBSC XIX Banner)
(Writer posing in the front of MBSC XIX Banner)
Lokasi kegiatan berada di alam bebas, tenda peleton dijadikan ruang kelas, turun lapang bersentuhan dengan alam, tidur di tenda, makan terbatas, fasiltas mandi terbatas serta keterbatasan lain termasuk akses informasi (signal). Keadaan ini menjadikan rasa persaudaran senasib sepenanggungan menjadi kental.
Kesemuanya itu diharapkan mampu memberikan nilai dan manfaat bagi peserta. Menjadikannya sebagai kader konservasi yang memiliki ruh-ruh konservasi, mengaplikasikan perilaku konservasi dan menebarkan dan mengajak serta mengaplikasikan konservasi ketika kembali kepada organisasi ataupun lingkungan tempat dia tinggal.
Suasana Penutupan MBSC XIX
(Closing Ceremony of MBSC XIX)
(Closing Ceremony of MBSC XIX)
Semuanya akan memiliki semangat untuk berkonservasi sekuat dan semampu yang peserta bisa lakukan. Paling tidak jika tidak dapat membantu untuk konservasi, minimal tidak mengganggu konservasi. (ihn)
Berikut berbagai dokumentasi kegiatan MBSC XIX:
Penulis Bersama Pemateri "Pengamatan Burung" Om Happy dari Wanala FKH Unair
(Writer and Trainer of Bird Watching)
(Writer and Trainer of Bird Watching)
Penulis Bersama Petugas TN Meru Betiri dan Ketua WIPAB om Blendez
(Writer and Meru Betiri National Park Officer and Head of WIPAB)
(Writer and Meru Betiri National Park Officer and Head of WIPAB)
Penulisa Bersama Tante Sonya dan Tante Fefe dari Survival Skills Indonesia (SSI)
(Writer and Participant from Survival Skills Indonesia)
(Writer and Participant from Survival Skills Indonesia)
Bersama "The Legend" Cak Giri dan Mapensa FP Unej
(The Legend of Concervacy "Cak Giri")
(The Legend of Concervacy "Cak Giri")
Bersama Seluruh Peserta MBSC XIX
(All of MBSC XIX Participants)
(All of MBSC XIX Participants)
Materi Pengamatan Burung di TN Meru Betiri
(Bird Watching Training)
(Bird Watching Training)
Suasana Pemberian Materi MBSC XIX di Tenda Peleton
(Class Room Training)
(Class Room Training)
========================================================================
WHAT IS MBSC XIX (MERU BETIRI SERVICE CAMP 19TH)
Meru Betiri Service Camp (MBCS XIX) is a training ground for conservation cadres conducted by the Besuki Nature Information Institution (WIPAB) in collaboration with Balai Taman Nasional Meru Betiri (BTN MB) Jember, Indonesia and Section III of Natural Resources Conservation Center Jember. The event was held on 16-20 March 2018 at Bande Alit Meru Betiri National Park Jember Regency. The interesting thing is this training is initiated by the community (bottom up) to support the conservation world.
In this event, participants will be given various kinds of understanding and skills related to 1) general forestry, 2) conservation of biological natural resources and their ecosystems; 3) Indonesian flora-fauna and Meru Betir National Park; 4) large carnivores, 5) ecology, 6) carbon analysis, 7) ecotourism and natural interpretation, 8) water analysis, 9) bird observation, 10) vegetation analysis, 11) bird observation simulation, 12) camera trap installation, 13) public observation, 14) global warming, 15) environment, 16) environmental advocacy, 17) observation of plaster cast (big cat).
Added values of these materials is done by classical, discussion, game, smulasi and field practice that will certainly strengthen the understanding and mastery of skills applicative. Such as observation of birds directly observed in the forest area, practice with camera trap in forest location, vegetation vegetation analysis in natural forest plot, printing of animal traces directly from passing forest animals, observation of the people around the park.
The location of the practice directly in the location of Meru Betiri National Park Indonesia was able to provide "spirit" on the materials given. The pure atmosphere of the jungle with the stars glittering as a light on a quiet night. Accompanied by the sound of wildlife of various kinds of birds, langurs and other animals. And the sound of waves from Bande Alit Beach blaring. The whole became an unforgettable impression and story.
A more valuable benefit of this activity is the presence of personal interrelations between participants. With the background of participants coming from various organizations of nature lovers both universities, high schools and even communities without representing the organization; differences in status and occupation, different types of activities undertaken as well as differences in origin of the city; making the experience rich and improving understanding of differences. There, participants can share and learn from each other.
Trainers come from various status. Starting from the National Park officers, students, high school teachers, NGO activists, lecturers and even journalists make the material so dynamic because it is delivered from their respective perspectives. The experience of each conservation world is so diverse.
The location of the activity is in the wild, the platoon tent is made to be a classroom, down the field in contact with nature, sleeping in tents, limited meals, limited bathing facilities and other limitations including information access (signal). This situation makes the sense of solid brotherhood.
All of them are expected to provide value and benefits for participants. Make it a conservation cadre with conservation sense, apply conservation behaviors and spread and invite and apply conservation when returning to the organization or environment in which it lives.
All participants will have the spirit to conserve as strongly and as much as the participants can do. At least if it can not help for conservation, at least not interfere with conservation. (ihn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar